"Ji, katanya ada bom di deket rumah kamu?" Lengkingan suara Rere di seberang telepon sana bisa buat gendang telinga trauma.
"Ih, gak teriak-teriak gitu bisa ga sih, Re?" Kujauhkan ganggang telepon sambil mengusap-usap bagian terluar telingaku.
Ya, kemarin sebuah petaka menimpa negeriku. Bom meledak di dekat salah satu kedai kopi ternama.
Aku tak tahu pasti, karena bukan hanya ada bom, tapi juga aksi tembak-tembakan antara aparat dan si pelaku kejahatan. Tidak sedikit korban yang meninggal dan luka parah.
Ah, ini sadis. Sudah lama rasanya negara ini tentram dari hiruk pikuk kebrutalan seperti kemarin. Entah apa motif si pelaku, namun menghilangkan nyawa orang bukanlah kejahatan ringan.
Respon masyarakat tentu beragam. Belum 24 jam kejadian, spekulasi sudah terbentuk dan tersebar dimana-mana. Aparat masih tembak-tembakan, korban masih tergetak, penonton sudah duluan mengambil kesimpulan. "Ini jelas aksi teror si ISPA," atau, "ini kerjaan aliran sesat GRAPARI," dan yang tak kalah panas, "ini jelas pengalihan isu FREESORT." Keren bukan?
Masih belum habis spekulasi, muncul kelemahan terbaru masyarakat negara ini, "No Selfie No Party". Aku bahkan belum sanggup ke tempat kejadian. Terbayang bagaimana nasib korban, bagaimana perasaan keluarga mereka.
Kita harusnya takut. Karena dengan takut kita tahu apa yang harus kita benahi. Dengan takut, kita bisa lebih 'aware' dengan keadaan. Takut membuat kita belajar untuk lebih hati-hati.
"Iya, Re. Serem banget kejadiannya." Lanjutku menjawab pertanyaan Rere.
"Kamu udah selfie-an di sana? Kok ga update apa-apa sih?"
Tut tut tut
"Ih, gak teriak-teriak gitu bisa ga sih, Re?" Kujauhkan ganggang telepon sambil mengusap-usap bagian terluar telingaku.
Ya, kemarin sebuah petaka menimpa negeriku. Bom meledak di dekat salah satu kedai kopi ternama.
Aku tak tahu pasti, karena bukan hanya ada bom, tapi juga aksi tembak-tembakan antara aparat dan si pelaku kejahatan. Tidak sedikit korban yang meninggal dan luka parah.
Ah, ini sadis. Sudah lama rasanya negara ini tentram dari hiruk pikuk kebrutalan seperti kemarin. Entah apa motif si pelaku, namun menghilangkan nyawa orang bukanlah kejahatan ringan.
Respon masyarakat tentu beragam. Belum 24 jam kejadian, spekulasi sudah terbentuk dan tersebar dimana-mana. Aparat masih tembak-tembakan, korban masih tergetak, penonton sudah duluan mengambil kesimpulan. "Ini jelas aksi teror si ISPA," atau, "ini kerjaan aliran sesat GRAPARI," dan yang tak kalah panas, "ini jelas pengalihan isu FREESORT." Keren bukan?
Masih belum habis spekulasi, muncul kelemahan terbaru masyarakat negara ini, "No Selfie No Party". Aku bahkan belum sanggup ke tempat kejadian. Terbayang bagaimana nasib korban, bagaimana perasaan keluarga mereka.
Kita harusnya takut. Karena dengan takut kita tahu apa yang harus kita benahi. Dengan takut, kita bisa lebih 'aware' dengan keadaan. Takut membuat kita belajar untuk lebih hati-hati.
"Iya, Re. Serem banget kejadiannya." Lanjutku menjawab pertanyaan Rere.
"Kamu udah selfie-an di sana? Kok ga update apa-apa sih?"
Tut tut tut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar